Sabtu, 25 Juli 2009

III. AGAMA ISLAM

A. Makna Agama Islam
Berbicara masalah agama tidak terlepas dari masalah kehidupan manusia itu sendiri, olehnya itu agama menjadi suatu kebutuhan hidup yang memiliki fungsi-fungsi seperti yang dikemukakan oleh para ahli sebagai berikut:
 Mahmud Syaltut menyebutkan, bahwa fungsi agama adalah sebagai wahana untuk :
• Mensucikan jiwa dan membersihkan hati.
• Membentuk sikap patuh dan taat serta menimbulkan sikap dan perasaan mengagungkan
Tuhan.
• Memberi pedoman kepada manusia dalam menciptakan kebaikan hidup di dunia secara
mantap dengan cara memperat hubungan dengan Tuhan sebagai pencipta.
(Mahmud Syaltut, Mintaujihat al-Islam, hal. 22-23)
 Musthafah al-Zuhayli mengemukakan, bahwa fungsi agama yaitu:
• Sebagai pemenuhan kebutuhan rohani
• Sebagai motivasi dalam mencapai kemajuan
• Sebagai pedoman hidup
• Sebagai sarana pendidikan rohani
• Sebagai pembentukan keseimbangan jasmani dan rohani, duniawi dan ukhrawi
• Sebagai pembentukan kemantapan dan ketenangan jiwa
(Al-Zuhayli, dalam al-tadaahmun al-Islam, Th.XXXIV, 1980, hal. 50)
 Al-Maraghi berpendapat, bahwa agama bertujuan untuk:
• Mensucikan jiwa dan membebaskan akal dari kepercayaan sinkritisme terhadap
kekuatan ghaib yang dimiliki makhluk dalam menguasai alam agar makhluk atau
selainnya tunduk dan patuh kepadanya.
• Memperbaiki sikap bathin (qalb) atas dasar tujuan yang baik, agar dalam melakukan
semua perbuatan dilandasi dengan niat yang ikhlas untuk Allah dan untuk manusia.
(Al-Maraghi, jld I, h. 118)
Kata Islam berarti damai, selamat, sejahtera, penyerahan diri, taat, dan patuh. Pengertian tersebut menunjukkan bahwa agama Islam adalah agama yang mengandung ajaran untuk menciptakan kedamaian, keselamatan, dan kesejahteraan kehidupan ummat manusia pada khususnya, dan semua makhluk Allah pada umumnya. Kondisi itu akan terwujud apabila manusia sebagai penerima amanah Allah dapat menjalankan aturan tersebut secara benar dan “kaafah.”
Agama Islam adalah agama yang Allah turunkan sejak manusia pertama, Nabi pertama, yaitu Nabi Adam. Agama Islam itu kemudian Allah turunkan secara berkesinambungan kepada para Nabi dan Rasul-rasul berikutnya. Akhir dari proses penurunan agama Islam itu baru terjadi pada masa kerasulan Muhammad Saw pada awal abad ke-VII Masehi. Islam sebagai nama dari agama yang Allah turunkan belum dinyatakan secara eksplisit pada masa kerasulan sebelum Muhammad Saw, tetapi makna dan substansi ajarannya secara implicit memiliki persamaan yang dapat dipahami dari pernyataan sikap para Rasul sebagaimana Allah firmankan dalam QS. al-Baqarah: 132, yang artinya: “Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya’qub. (Ibrahim berkata): Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam.”
Ajaran agama Islam memiliki karakteristik sebagai berikut :
1. Sesuai dengan fitrah hidup manusia, artinya (1) ajaran agama Islam mengandung petunjuk yang sesuai dengan sifat dasar manusia, baik dari aspek keyakinan, perasaan, maupun pemikiran, (2) sesuai dengan kebutuhan hidup manusia, (3) memberikan manfaat tanpa menimbulkan komplikasi, dan (4) menempatkan manusia dalam posisi yang benar (QS. ar-Rum/30:30).
2. Ajarannya sempurna, artinya materi ajaran Islam berisis petunjuk-petunjuk pada seluruh kehidupan manusia. Petunjuk itu adakalanya disebut secara eksplisit, dan adakalanya disebut secara implisit. Untuk memahami petunjuk yang bersifat implisit dilakukan dengan ijtihad (QS. al-Maidah/5:3).
3. Kebenarannya mutlak. Kebenaran itu dapat dipahami karena ajaran Islam berasal dari Allah Yang Maha Benar, dan dapat pula dipahami melalui bukti-bukti materiil, serta bukti riilnya. Karena itu Allah mengingatkan agar manusia tidak meragukan kebenarannya (QS. al-Baqarah/2:147).
4. Mengajarkan keseimbangan dalam berbagai aspek kehidupan. Sekalipun menurut ajaran Islam manusia diciptakan hanya untuk beribadah kepada Allah, tetapi nilai ibadah manusia terdapat pada seluruh aspek kehidupan, dan manusia harus memperhatikan berbagai aspek-aspek kepentingan dalam hidupnya tersebut sebagaimana Allah sebutkan dalam QS. al-Qashash/28:77.
5. Fleksibel dan ringan, artinya ajaran Islam memperhatikan dan menghargai kondisi masing-masing individu dalam menjalankan aturannya, dan tidak memaksakan orang Islam untuk melakukan suatu perbuatan di luar batas kemampuannya. Hal itu ditegaskan oleh Allah dalam QS. al-Baqarah/2:286.
6. Berlaku secara universal, artinya ajaran Islam berlaku untuk seluruh ummat manusia di dunia sampai akhir masa (QS. al-Ahzab/33:40).
7. Sesuai dengan akal pikiran dan memotivasi manusia untuk menggunakan akal pikirannya (QS. al-Mujadilah/58:11).
8. Inti ajarannya “Tauhid” dan seluruh ajarannya mencerminkan ketauhidan Allah tersebut (QS. al-An’am/6:162).
9. Menciptakan rahmat, kasih sayang Allah terhadap makhluk-Nya, seperti ketenangan hidup bagi orang yang meyakini dan menaatinya (QS. al-Fath/48:4). Kerahmatan yang diwujudkan oleh Islam itu juga dinyatakan oleh Allah ketika menjelaskan missii kerasulan Muhammad SAW (QS. al-Anbiya’/21:107).
Fungsi Islam sebagai rahmat Allah tidak bergantung pada penerimaan atau penilaian manusia. Substansi rahmat terletak pada fungsi ajaran tersebut, fungsi tersebut baru dirasakan baik oleh manusia sendiri maupun oleh makhluk-makluk yang lain apabila manusia sebagai pengemban amanah Allah telah menaati ajaran tersebut. Fungsi Islam sebagai rahmat Allah bagi semua alam dijelaskan oleh Allah dalam QS. al-Anbiya’/21:107. Bentuk-bentuk kerahmatan Allah pada ajaran Islam itu adalah :
 Islam menunjuki manusia jalan hidup yang benar. Ajaran Islam sebagiannya bersifat supra rasional atau ta’abbudi dan sebagian ajaran Islam yang lain bersifat rasional atau ta’aqquli.
 Islam memberikan kebebasan kepada manusia untuk menggunakan potensi yang diberikan oleh Allah secara bertanggung jawab (QS. Yunus/10:99 dan QS. al-Baqarah/2:256).
 Islam menghargai dan menghormati semua manusia sebagai hamba Allah, baik mereka muslim maupun non-muslim.
 Islam mengatur pemanfaatan alam secara baik dan proporsional.
 Islam menghormati kondisi spesifik individu manusia dan memberikan perlakuan yang spesifik pula.

B. Kerangka Dasar Agama Islam
Kerangka dasar ajaran Islam yang dibawah oleh Nabi Muhammad saw. bersifat multidimensional, universal, abadi dan fithri. Dikatakan multi dimensional karena ajarannya mencakup dimensi-dimensi yang menyangkut hubungan manusia dengan khaliqnya (hablu minallah) dan hubungan manusia dengan dirinya, dengan sesamanya, maupun dengan makhluk lainnya (hablu minannas) (QS. ali-Imran/3:112). Ajaran Islam ditujukan bagi kepentingan pemeliharaan tatanan kehidupan manusia dan alam semesta secara menyeluruh (universal), yang tidak dibatasi oleh ruang dan waktu. Dinilai sebagai ajaran yang abadi, karena dalam agama Islam terancang konsep ajaran yang mencakup penataan kehidupan di dunia yang sejahtera dan kehidupan di akhirat (selepas kehidupan dunia) yang bahagia. Konsep ajarannya dikatakan fithri, karena sesuai dengan fithrah manusia yang terancang secara serasi bagi kepentingan pemeliharaan, peningkatan dan pengembangan kebutuhan fithrah manusia, baik sebagai makhluk individu maupun sebagai makhluk sosial. Pada sisi inilah keutamaan dan kelebihan risalah yang disampaikan oleh Nabi Muhammad saw. Hal ini ditunjang oleh kerangka dasar atau pokok-pokok ajaran Islam, yaitu:
 Aspek keyakinan yang disebut dengan aqidah, yaitu aspek credial atau keimanan terhadap Allah dan semua yang difirmankan-Nya dan disabdakan oleh rasul-Nya untuk diyakini. Aqidah Islam ini telah dirumuskan dalam bentuk rukun iman. Penafsiran terhadap aqidah melahirkan literatur keislaman yang dikenal dengan istilah ilmu kalam atau teologi Islam dengan berbagai macam aliran pemikiran.
 Aspek norma atau hukum yang disebut syari’ah, yaitu aturan-aturan Allah yang mengatur hubungan manusia dengan Allah, sesama manusia dan alam semesta. Penafsiran terhadap syariah Islam melahirkan literature keislaman yang disebut dengan fikhi Islam dengan berbagai macam mazhab.
 Aspek perilaku yang disebut dengan akhlaq atau ihsan, yaitu sikap-sikap atau perilaku baik yang nampak maupun tidak nampak dari pelaksanaan aqidah dan syari’ah. Penafsiran terhadap akhlak melahirkan literature keislaman yang disebut dengan imu tasawauf dengan berbagai macam aliran (tarekat).
Ketiga aspek tersebut tidak dapat berdiri sendiri dan dipisahkan satu dengan lainnya tetapi menyatu membentuk kepribadian yang utuh pada diri setiap manusia muslim. Aqidah digambarkan sebagai akar yang menunjang kokoh dan tegaknya batang di atas muka bumi, syari’ah diumpamakan sebagai batang yang berdiri kokoh diatas akar yang menancap ke bumi, sedangkan akhlaq dimisalkan dengan buah yang dihasilkan dari proses yang berlangsung pada akar dan batang. Keutuhan dan kesatuan ketiga aspek inilah yang diperintahkan oleh Allah kepada ummat Islam, ketika mereka mengikrarkan dirinya untuk memeluk agama Islam (QS. al-Baqarah/2:208).
Aqidah (keimanan) yang benar, akan melahirkan sikap kepatuhan pada ajaran dan norma-norma yang telah digariskan dalam hukum (syari’ah), dan pelaksanaan norma dan hukum tersebut yang didasari oleh aqidah yang benar, akan melahirkan perilaku zhahiriyah dan bathiniyah yang sesuai dengan kaedah dan norma moralitas (akhlak).

Tidak ada komentar: